ALUN - ALUN KOTA MALANG TEMPOE DOLOE
Pada Masa masuknya Agama Islam, seperti di alun-alun Malang, Gedung Masjid Jami dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Salat Idul Fitri. Pada jaman pra-kolonial, baik kota pusat kerajaan di pedalaman atau di pesisir dibangun berdasar konsep tata ruang yang sama, yaitu adanya sebuah lapangan luas yang ditengahnya ditanam satu atau dua buah pohon beringin yang disebut Alun-alun, (Santoso,1984). Sistem kaidah yang dipakai orang Jawa disebut Hasta brata dikenal juga dengan ungkapan Kiblat Papat Limo Pancer yaitu keseluruhan ruang dibagi menjadi 4 atau 8 bagian. Pengelompokan dibuat berdasar padanan hal positif negatif, unsur air di timur, api ditempatkan di Barat. Pusat ruangan dipandang sebagai pusat dunia ( Sartono Kartodirdjo,1987). Nah itulah sebabnya kenapa hampir semua pusat kota di Jawa mempunyai bentuk struktur yang hampir sama, pendopo Bupati, Masjid Jami’, Penjara dan Kantor Residen (Walikota) berada dialun-alun. Sebelah selatan merupakan daerah sakral dan utara merupakan daerah profan, oleh sebab itu di semua Alun-alun, rumah bupati selalu diletakkan di selatan, kecuali di Malang, yang ditempatkan sebelah timur menghadap ke selatan, tidak jelas alasannya, mengapa, tapi kemungkinan karena Malang dikenal daerah dengan pertahanan yang kuat maka kepercayaan daerah yang sakral untuk kantor bupati sengaja dirubah, tidak perlu diawasi langsung oleh residen. Jika benar Alun-alun Malang didirikan tahun 1882 (Kotapraja Malang,1964) maka jelas pembangunan Alun-alun Malang untuk kepentingan Belanda yang menjadikan Alun-alun sebagai pusat kontrol. Hampir semua kegiatan produksi ekonomi terkumpul disana, Belanda sengaja menempatkan kantor bupati berhadapan dengan Assisten Residen, di sebelahnya Masjid Jami’ berhadapan dengan penjara dengan maksud setiap saat Assisten Residen dapat mengontrol kegiatan bupati dan penduduk yang selalu berkumpul di pendopo bupati atau Masjid Jami’. Karena Alun-alun dipandang sebagai pusat kegiatan kota, maka secara tidak langsung pola pemukiman juga menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Pemukiman orang Eropa di sebelah Barat daya (Talun, Tongan, Sawahan), orang Cina di sebelah tenggara (Pecinan), Arab terletak di belakang Masjid (Kauman), dan pribumi di daerah Kebalen, Temenggungan, Jodipan. Sekarang dengan berkembangnya pembangunan kota Malang ke semua arah maka keramaian kota menjadi terpecah.